Memfasilitasi siswa menjadi kreator dan aktor. - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Top Ads

Klik

More News

logoblog

Memfasilitasi siswa menjadi kreator dan aktor.

Tuesday, April 4, 2023
WARTAGLOBAL.ID - Memfasilitasi siswa menjadi kreator dan aktor.

By : Beni Nur Cahyadi, S.Pd.I., M.Pd., M.H

- Guru SMK Pancasila 3 Baturetno 
- Dosen STAIMAS Wonogiri
- Wakil Ketua DPD AGPAII Kab Wonogiri
- Pengurus PC Pergunu Wonogiri


Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik. Projek untuk menguatkan pencapaian profil pelajar Pancasila dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Projek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.

Mengapa kita memerlukan Kurikulum Merdeka?
Berbagai studi nasional maupun internasional menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Studi-studi tersebut menunjukkan bahwa banyak dari anak-anak Indonesia yang tidak mampu memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Temuan itu juga juga memperlihatkan kesenjangan pendidikan yang curam di antarwilayah dan kelompok sosial di Indonesia. Keadaan ini kemudian semakin parah akibat merebaknya pandemi Covid-19. Untuk mengatasi krisis dan berbagai tantangan tersebut, maka kita memerlukan perubahan yang sistemik, salah satunya melalui kurikulum. Kurikulum menentukan materi yang diajarkan di kelas. Kurikulum juga mempengaruhi kecepatan dan metode mengajar yang digunakan guru untuk memenuhi kebutuhan peserta didik. Untuk itulah Kemendikbudristek mengembangkan Kurikulum Merdeka sebagai bagian penting dalam upaya memulihkan pembelajaran dari krisis yang sudah lama kita alami.

Ki Hajar Dewantara lahir pada tanggal 8 bulan Mei, tahun 1889 di Pakualaman Yogyakarta, nama istri beliau adalah Nyi Hadjar Dewantara, dan beliau wafat pada 26 April 1958, dan disemayamkan di pemakaman keluarga Taman Siswa Wijaya Brata

Pendidikan adalah tempat persemaian benih-benih kebudayaan dalam masyarakat. 

KHD juga mengingatkan para pendidik untuk tetap terbuka namun tetap waspada terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, “ ?waspadalah, carilah barang-barang yang bermanfaat untuk kita, yang dapat menambah kekayaan kita dalam hal kultur lahir atau batin. Jangan hanya meniru. Hendaknya barang baru tersebut dilaraskan lebih dahulu”. KHD menggunakan ‘barang-barang’ sebagai simbol dari tersedianya hal-hal yang dapat kita tiru, namun selalu menjadi pertimbangan bahwa Indonesia juga memiliki potensi-potensi kultural yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar.

Kodrat Alam dan Kodrat Zaman

Beliau menjelaskan bahwa dasar Pendidikan anak berhubungan dengan? kodrat alam ?dan ?kodrat zaman ?. Kodrat alam berkaitan dengan “sifat” dan “bentuk” lingkungan di mana anak berada, sedangkan kodrat zaman berkaitan dengan “isi” dan “irama” KHD mengelaborasi Pendidikan terkait kodrat alam dan kodrat zaman sebagai berikut:

“Dalam melakukan pembaharuan yang terpadu, hendaknya selalu diingat bahwa segala kepentingan anak-anak didik, baik mengenai hidup diri pribadinya maupun hidup kemasyarakatannya, jangan sampai meninggalkan segala kepentingan yang berhubungan dengan kodrat keadaan, baik pada alam maupun zaman. Sementara itu, segala bentuk, isi dan wirama (yakni cara mewujudkannya) hidup dan penghidupannya seperti demikian, hendaknya selalu disesuaikan dengan dasar-dasar dan asas-asas hidup kebangsaan yang bernilai dan tidak bertentangan dengan sifat-sifat kemanusiaan” (Ki Hadjar Dewantara, 2009, hal. 21)

KHD bermaksud menyampaikan pendidikan anak sejatinya menuntut anak mencapai kekuatan kodratnya sesuai dengan alam dan zaman. Bila melihat dari kodrat zaman, pendidikan saat ini menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 sedangkan dalam memaknai kodrat alam maka konteks lokal sosial budaya murid di Indonesia Barat tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan murid di Indonesia Tengah atau Indonesia Timur.

Mengenai Pendidikan dengan perspektif global, beliau mengingatkan bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal sosial budaya Indonesia.

Oleh sebab itu, isi dan irama yang dimaksudkan oleh KHD adalah muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sejatinya tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya yang ada di Indonesia. Kekuatan sosial budaya Indonesia yang beragam dapat menjadi kekuatan kodrat alam dan zaman dalam mendidik.

KHD menegaskan juga bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntutan alam dan zamannya sendiri. Artinya, cara belajar dan interaksi murid Abad ini. 

Menurut KHD, budi pekerti, atau watak atau karakter merupakan perpaduan antara gerak pikiran, perasaan dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga. Budi pekerti juga dapat diartikan sebagai perpaduan antara Cipta (kognitif), Karsa (afektif) sehingga menciptakan Karya (psikomotor).

Dengan prinsip serta pandangan hidup menjadi manusia “Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah memberi kesempatan untuk berkarya), Tut wuri handayani (dari belakang memberi dorongan dan arahan)”

kita harus menjadikan tokoh utama dalam proses pendidikan itu adalah siswa, bukan guru atau orangtua. Kita hanya pemeran figuran yang menentukan nasib mereka apakah menjadi tokoh protagonis atau antagonis dalam kehidupannya sendiri. Jika ia menjadi tokoh protagonis, berarti ia mampu menggali atau potensi dan nilai-nilai positif, kreatif, dan ilmu yang telah di ajarkan oleh guru, orangtua, dan lingkungan dengan baik dan benar sesuai kodrat


Ketika kita menjadikan siswa sebagai aktor utama, maka mereka akan berusaha menggali sendiri materi-materi pembelajaran yang telah di stimulus oleh guru. Siswa lah yang aktif dalam proses kegiatan belajar mengajar Siswa mencari sumber-sumber belajar pendukung selain buku paket yang digunakan. Misalnya: mencari referensi buku lain ke perpustakaan untuk pemahaman lebih, berselancar di dunia maya untuk memperluas wawasan dan update informasi pengetahuan, bahkan mungkin membuat mini proyek terkait pembelajaran yang di dapatkan. Dengan begitu, secara kognitif siswa berhasil menjadi tokoh utama dalam perannya sebagai penuntut ilmu.


Sementara dalam hal karakter, baik di rumah maupun sekolah Siswa mampu mempraktekkan sikap-sikap yang diajarkan, seperti : menjadi disipilin dengan segala aktifitasnya, sholat lima waktunya terjaga, Ibadah sesuai agama yang di anutnya. mampu berbicara yang baik, teguh pendirian, tekun belajar, santun, hormat kepada orangtua, bertanggung jawab, dan sebagainya. Ya, semua nilai-nilai sikap yang diajarkan di sekolah dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Ini menunjukkan siswa berhasil sebagai aktor utama dalam pendidikannya.

Selanjutnya di lingkungan, karena tidak dipungkiri, salah satu faktor yang paling banyak mempengaruhi siswa adalah lingkungan tempat ia bergaul sehari-hari. Baik teman sekolah, teman di rumah, di tempat les, dan sebagainya. Pengaruhi lingkungan jauh lebih cepat mempengaruhi karakter dan sikap siswa. Untuk itu tugas orangtua adalah melibatkan anak dalam aktifitas bermanfaat di lingkungan, seperti: aktif di kegiatan mengaji di sore hari, aktif kegiatan remaja masjid, karang taruna aktif dalam kegiatan lingkungan. Hal ini akan membawa anak pada lingkungan yang positif dan terarah dan fokus. Sehingga ia benar-benar bisa menjadi aktor utama di lingkungan tempat tinggalnya.

Ketika siswa sudah mampu menjadi aktor utama dalam kehidupannya, sikap ketergantungan dengan oranglain, gampang menyerah, mengeluh, lemah, mudah bosan dan malas, emosi gampang marah akan mampu disingkirkan dari dalam dirinya. Karena fenomena sekarang, banyak kita jumpai “penyakit” siswa seperti ini. Penyakit kronis yang menggiring siswa menjadi brutal di masyarakat, kehilangan sikap santun terhadap orangtua, dan tidak peduli dengan masa depannya. Mungkin siswa yang seperti ini karena di masa usia perkembangan dan sekolah dasarnya ia tidak mampu menjadi aktor utama dalam pendidikannya, Sehingga saat tumbuh besarnya, hal ini membunuh karakter dirinya sendiri.


Jadi, marilah kita sebagai orangtua dan guru menjadi penghantar anak kita pada perannya sebagai aktor utama yang Kelak kita sendiri yang akan menuai apa yang telah kita lakukan di masa kecilnya.
sikap kreatif seseorang ingin maju dengan sesuatu yang baru. Hal tersebut menyangkut pembentukan pola pikir, misalnya dalam mengemukakan ide-ide serta sikap berani mengambil resiko

Kreatifitas kita sebagai guru untuk mendesign pembelajaran menjadi lebih bermakna dan bernilai petualangan bagi siswa akan terasa bermanfaat kelak bagi masa depan mereka.

Mendorong siswa mampu memberikan ide yang berbeda dari teman-teman lain dalam suatu proyek, mampu mengolah informasi atau mencari inspirasi dan melahirkan gagasan baru, serta menyelesaikan masalah dengan cara atau pendekatan yang berbeda
Jangan jadikan siswa sebagai robot atau mesin penulis, yang materi pembelajaran di dapat hanya dengan menulis. Karena merekalah penerus peradaban ini, kelak yang akan memimpin bangsa ini, berikanlah pendidikan yang terbaik untuk mereka. (Wr.G*/)

No comments:

Post a Comment