Yogyakarta, | WARTAGLOBAL.id — Penasihat hukum Korban Malpraktek, dari Universitas Janabadra Yogyakarta, Ratna Dewi Susanti, SH.M.Hkes., menyampaikan pendapatnya tentang hasil putusan sidang kode etik kedokteran di MKDKI atas teradu kasus pelanggaran disipliner yang dilakukan oleh seorang oknum dokter.
Saat itu yang bersangkutan Dokter Alisa Nurul Muthia .Sp.PD, sebagai dokter yang praktek di Rumah Sakit PMI, di kota Bogor, ucapnya Penasehat hukum Korban melalui Chat WhatsApp. Sabtu, ( 23/9/2023).
Lebih lanjut, menurutnya hasil Sidang Putusan Majelis disiplin kedokteran Indonesia Nomor : 215/U/MKDKI/VII/2023, yang di bacakan oleh Dr. Saleh Al.Mochdar (Anggota Majelis), pada tanggal 24 Juli 2023, di Aula Rumah Sakit Dr.H.Marzoeki Mahdi, dan tepatnya berada di Jl. Dr. Semeru no.114, Bogor Jawa barat,
Ratna memberikan pendapat dalam putusan tersebut belum memenuhi Alur penanganan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang bernomor : 1057/U/MKDKI/ VII/2018, ada ( 14 Point) yang sudah menjadi pedoman baku bagi MKDKI dalam menangani kasus pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi.
Dari 14 Point pedoman bagi MKDKI dalam menyelesaikan suatu kasus aduan, salah satu contohnya itu seperti disebutkan di (Point 9 yaitu Pemeriksaan ahli) dimana pemeriksaan ahli farmasi Universitas Indonesia dari pihak pengadu yaitu Prof.Dr.Arry Yanuar.Msi., tidak di hadirkan/di periksa, yang memberikan keterangan dampak obat yang di berikan Dr.Alisa Nurul Muthia, juga tidak di hadirkan/di periksa sehingga pembacaan MKDKI tidak obyektif, Cacat Prosedur dan tidak berdasarkan asas keadilan yang berdasarkan kepada Ketuhanan yang Maha Esa, (Pancasila), terangnya.
Masih kata Ratna, Ketua MKDKI Dr.Prasetyo Edi, haruslah obyektif sebelum membacakan putusan sidang kasus yang mengakibatkan meninggalnya pasien (Julia) di salah satu kamar ruang Melati di Rumah Sakit PMI Bogor, pada tanggal 20 April 2019 silam.
Saat itu dalam persidangan tidak menghadirkan dan memeriksa saksi ahli farmasi & Saksi Ahli Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, kemudian jika saksi ahli farmasi Universitas Indonesia tidak di periksa, maka harus ada penjelasan didalam berita acara sidang," Ujarnya.
Apa Fungsinya MKDKI menampung pengaduan pelanggaran dokter jika tiba - tiba ada pembacaan hasil putusan, sedangkan itu bukan sidang untuk umum namun putusan sepihak, tegas Ratna.
Sedangkan hal senada juga disampaikan ketua lembaga Akreditasi fasilitas kesehatan Indonesia Dr.Friedrich Max Rumintjap, yang saat di Konfirmasi bahwa pemberian obat antibiotik kepada almarhumah Julia Susanti seharusnya tetap melalui test alergi obat terlebih dahulu karena pemberiannya melalui Vena. Jika tidak dilakukan, jelas ada pelanggaran standar operasional prosedur penanganan pasien yang di lakukan dokter tersebut.
Atas dasar itu dokter dan perawat di yakini melanggar beberapa pasal yang tercantum dalam keputusan konsil kedokteran Indonesia no.17/KKI/ Kep/VIII/2006, menyebutkan tentang pedoman penegakan disiplin profesi dokter sehingga menyebabkan pasien BPJS kesehatan meninggal dunia, tuturnya.
Semoga permasalahan cacat prosedur sidang MKDKI ini, mendapatkan Perhatian semua pihak dan terutama Bapak Presiden, Menteri Hukum & Ham, Menteri Kesehatan, Ketua Ombudsman RI, dan lainnya agar sidang tersebut di ulang kembali dengan menghadirkan para saksi ahli, serta terlebih lagi diharapkan supaya bisa menghadirkan saksi yang kompeten dan bukan dari pihak MKDKI sendiri." Harapnya.
Sementara pihak penasihat hukum Korban, Ratna Dewi Susanti. SH. MH.Kes, akan kembali mengajukan upaya keadilan kepada pihak Instansi terkait atas dugaan terhadap kecurangan persidangan MKDKI yang dinilai cacat Prosedur/ Hukum, pungkasnya.
Red*/
No comments:
Post a Comment