(eks) Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi yang diproses oleh Kepolisian Republik Indonesia - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Top Ads

Klik

More News

logoblog

(eks) Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi yang diproses oleh Kepolisian Republik Indonesia

Monday, December 4, 2023
jakarta, Dalam kurun waktu empat tahun terakhir KPK mengalami turbulensi besar, hingga berada pada kondisi yang semakin kritis Tingkat kepercayaan publik terhadap KPK menpalami kemerosotan tajam Publik ragu terhadap independensi KPK sebagaimana terlihat dalam penanganan ka us kasus strategis, khususnya yang melibatkan para politisi Lembaga antikorups! Ini juga dirundung masalah internal dengan banyaknya pelanggaran etik yang ditakukan oleh Insan KPK, baik para pimpinan maupun pegawai Puncaknya, di penghujung tahun 2023, (eks) Ketua KPK Firli Bahuri menjadi tersangka korupsi yang diproses oleh Kepolisian Republik Indonesia . Buruknya situasi KPK juga terpotret dalam kemerosotan skor Corruption Perception Index (CPI) Indonesia CPI Indonesia 2022 turun drastis dari 38 menjadi 34, kembali pada angka yang sama kenka pertama kali Presiden Joko Widodo menjabat (2014) Dengan kata lain, 9 tahun era pemerintahan Presiden Joko Widodo juga tidak memiliki kontribusi berarti dalam pemberantasan korupsi Dalam upaya menguraikan dinamika kelembagaan KPK pasca perubahan kedua Undang Undang KPK, Transparency Internanonal Indonesia (Ti Indonesia) kembali melakukan peneliban untuk menilai lembaga ini dari sedikitnya 6 dimensi, antara lain a) independensi dan Kewenangan, b) Sumber Daya Keuangan dan Manusia: c) Akuntabilitas dan Integritas: d) Pemantauan, Penindakan dan Penyelidikan: e) Pencegahan, Pendidikan, dan Penjangkauan, dan f) Kerjasama Antar Lembaga. Dari keenam dimensi tersebut, hanya dalam dimensi pencegahan, pendidikan, dan penjangkauan kinerja KPK dapat dinilai baik. Selebihnya, pada dimensi pemantauan, penindakan dan penyelidikan, kinerja KPK dinilai sedang: pada dimensi keuangan dan manusia, akuntabilitas dan integritas, kerjasama antar lembaga, KPK dinilai buruk, dan pada dimensi independensi dan kewenangan, KPK justru memperoleh nilai sangat buruk. Berkaca pada hasil penelitian tersebut, maka politik hukum negara yang jelas dan berpihak terhadap kelembagaan KPK yang independen mutlak dibutuhkan. KPK bukan saja harus berbenah, melainkan juga harus dibangun di atas kerangka hukum yang menempatkannya sebagai lembaga negara yang mandiri, bebas dari campur tangan kekuasaan mana pun. Kembali mengubah UU KPK menjadi jalan yang harus ditempuh, di mana KPK harus keluar dari rumpun kekuasaan eksekutif. Insan KPK harus kembali dengan status pegawai Lembaga KPK, bukan ASN. SoMm KPK harus sepenuhnya dikelola dan diisi oleh KPK secara mandiri dan independen. KPK juga harus melepaskan ketergantungan SDM dari kementerian/lembaga lain, termasuk SDM penyidik dari institusi kepolisian. Pemerintah dan DPR juga perlu menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi dengan memenuhi kebutuhan sumber daya dalam bentuk anggaran yang cukup bagi KPK, termasuk mengembalikan peluang KPK mendirikan kantor di daerah. Tentu, KPK secara internal juga perlu melakukan review secara menyeluruh. KPK harus mengakui kesalahan bahwa telah terjadi banyak korupsi dan pelanggaran etik di internal KPK dalam kurun waktu empat tahun terakhir dan menjadikan hal tersebut sebagai dasar evaluasi dan koreksi kelembagaan, KPK juga perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kualitas dan kuantitas penanganan perkara yang terus merosot. Celah-celah kebocoran informasi perkara harus ditutup demi keberhasilan penanganan perkara. KPK juga perlu mengoptimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat korupsi melalui penggunaan UU TPPU. Terakhir, dari sisi kerja sama KPK perlu kembali menyadari pentingnya masyarakat sipil sebagai mitra utama. Tanpa dukungan masyarakat sipil yang kuat eksistensi KPK menjadi rapuh dan pemberantasan korupsi yang efektif menjadi mustahil.

No comments:

Post a Comment