Atdag Washington D.C Dorong AS Otorisasi Pembaharuan Preferensi Pembebasan Tarif Bea Masuk - Warta Global Nasional

Mobile Menu

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Top Ads

Klik

More News

logoblog

Atdag Washington D.C Dorong AS Otorisasi Pembaharuan Preferensi Pembebasan Tarif Bea Masuk

Friday, March 1, 2024

WARTAGLOBAL.ID, Washington D.C, 27 Februari 2024 - Atase Perdagangan Washington D.C Ranitya Kusumadewi
menghadiri pertemuan dengan sejumlah negara penerima manfaat Generalized System of Preferences (GSP)/Alliance of GSP Countries (AGSPC) pada tingkat teknis di Kedutaan Besar Thailand di Washington D.C, Amerika Serikat pada Selasa lalu (27/2). 

Pertemuan membahas langkah bersama dalam mendorong otorisasi pembaruan GSP yang telah habis masa berlakunya
pada 31 Desember 2020. GSP adalah program preferensi pembebasan tarif bea masuk yang diterapkan secara unilateral oleh AS kepada negara berkembang, termasuk Indonesia.
Setelah melalui proses peninjauan ulang sejak 2018, Pemerintah AS melalui United States Trade Representative (USTR) telah memutuskan untuk memperpanjang pemberian GSP kepada Indonesia. Namun sejak keputusan tersebut, penerapan GSP untuk Indonesia dan sejumlah negara
penerima GSP tertunda menunggu persetujuan proses otorisasi GSP dari Parlemen AS. 


Sebagai dampaknya selama lebih dari tiga tahun, para pelaku usaha diharuskan membayar bea masuk untuk produk-produk GSP. Meski demikian, bea masuk tersebut bersifat retroaktif atau akan dikembalikan setelah GSP diotorisasi.

"Indonesia terus melakukan berbagai upaya dalam mendorong otorisasi GSP guna meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia di pasar AS. Tertundanya penerapan GSP selama tiga tahun ini
tidak hanya berdampak terhadap eksportir Indonesia, namun juga konsumen dan pelaku usaha AS yang membutuhkan sumber alternatif dalam rantai pasoknya. Kita terus mempertegas bahwa
otorisasi GSP akan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak,” ujar Ranitya. 
Pembahasan otorisasi GSP saat ini berada di Parlemen dengan sejumlah isu yang mencuat, seperti kriteria eligibilitas negara penerima GSP, ketentuan asal barang, serta cakupan dan batasan jumlah produk.


“Dengan pemilu AS yang akan dilakukan pada akhir tahun ini, AGSPC akan menggunakan momentum ini untuk mengintensifkan upaya untuk mendorong Parlemen AS menyetujui otorisasiGSP,” lanjut Ranitya. 
Pada 2023, Indonesia merupakan negara penerima manfaat GSP terbesar dengan nilai ekspor USD 3,56 miliar. Negara penerima berikutnya yaitu Thailand (USD 3,1 miliar), Kamboja (USD 2,9 miliar),
Brazil (USD 2,5 miliar), dan Filipina (USD 1,8 miliar)

Berdasarkan data United States International Trade Commission (USITC), ekspor Indonesia tersebut mencapai 12 persen dari total ekspor Indonesia ke AS pada 2023. Pembebasan bea
masuk di bawah GSP diberikan kepada 3.572 pos tarif yang meliputi produk pertanian, tekstil,
garmen, produk maproduk Indonesianufaktur, matras, furnitur, karet, tas, kimia, dan perhiasan.

Adapun tiga produk Indonesia ekspor tertinggi (kode HS 4 digit) yang memanfaatkan fasilitas GSP antara lain adalah travel goods (USD 619 juta), mesin dan elektronik (USD 357 juta), matras (USD 297 juta).

Melann!*/

No comments:

Post a Comment