Jakarta, WARTAGLOBAL.id - Sekber Wartawan Indonesia (SWI) Pusat secara tegas menyatakan penolakannya terhadap draf RUU Penyiaran yang telah dihasilkan oleh Badan Legislasi DPR RI pada 27 Maret 2024. Menurut SWI, RUU ini berpotensi membungkam kemerdekaan pers.
Dalam pernyataan resminya, SWI menyoroti Pasal 50 B ayat 2 huruf c dalam RUU Penyiaran yang melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Hal ini dinilai bertentangan dengan Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyatakan bahwa pers nasional tidak dikenakan sensor, bredel, dan pelarangan penyiaran.
"Dalam Undang-Undang Pers, jika pelarangan itu dilakukan, pelanggar dapat dikenai tuntutan pidana dengan ancaman penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta," ujar Sekjen SWI, Herry Budiman, dalam siaran persnya pada Jumat (17/5/2024).
Herry juga menyoroti Pasal 42 ayat 2 dalam RUU tersebut yang memberikan kewenangan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menyelesaikan sengketa jurnalistik penyiaran. Menurutnya, hal ini berpotensi mengambil alih kewenangan dan fungsi Dewan Pers.
“Ini bertentangan dengan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 15 ayat 2, yang menyebutkan salah satu fungsi Dewan Pers adalah menyelesaikan sengketa pers. Jadi, ada tumpang tindih kewenangan,” tambahnya.
SWI mendukung Dewan Pers dan seluruh insan pers di Indonesia dalam menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran untuk tidak dilanjutkan pembahasannya oleh DPR RI.
"Sikap SWI mendukung Dewan Pers dan organisasi pers menolak dilanjutkannya pembahasan RUU Penyiaran ini karena adanya tendensi untuk membungkam kemerdekaan pers di Indonesia," pungkas Herry.
Wr.G/*
No comments:
Post a Comment