Ironi Harga Beras Mahal: Petani Indonesia Terjepit di Tengah Rantai Distribusi - Warta Global Nasional

Mobile Menu

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Top Ads

Klik

More News

logoblog

Ironi Harga Beras Mahal: Petani Indonesia Terjepit di Tengah Rantai Distribusi

Thursday, September 26, 2024

WARTAGLOBAL.id , Jakarta – Indonesia kembali menjadi sorotan setelah laporan terbaru Bank Dunia mengungkapkan bahwa harga beras di Tanah Air menjadi yang termahal di kawasan Asia Tenggara. Ironisnya, di balik tingginya harga beras ini, pendapatan petani justru masih rendah, mencerminkan adanya ketimpangan dalam sistem distribusi dan pengelolaan hasil pertanian.

Menurut laporan tersebut, harga beras di Indonesia tercatat mencapai 20 persen lebih mahal dibandingkan dengan rata-rata harga beras di negara-negara ASEAN lainnya. Bahkan, dibandingkan dengan harga beras di pasar global, harga di Indonesia lebih tinggi sekitar 30 persen. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, mengapa harga yang tinggi tidak memberikan dampak positif bagi kesejahteraan petani?

Salah satu penyebab utama tingginya harga beras di Indonesia adalah rantai distribusi yang terlalu panjang. Beras yang diproduksi oleh petani harus melewati beberapa perantara sebelum akhirnya sampai ke tangan konsumen. Setiap perantara menambahkan biaya tambahan sehingga harga beras semakin mahal. Di sisi lain, petani hanya menerima sedikit keuntungan karena harga yang diterima mereka jauh di bawah harga jual di pasar.

Selain itu, biaya produksi yang tinggi juga menjadi beban tersendiri bagi petani. Harga pupuk, benih, dan alat pertanian yang terus meningkat membuat mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk bercocok tanam. Namun, harga jual yang mereka terima seringkali tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Ini menyebabkan pendapatan mereka tetap rendah meskipun harga beras di pasar tinggi.

Tak hanya itu, kebijakan impor beras yang diterapkan pemerintah untuk menstabilkan harga juga mempengaruhi pendapatan petani. Ketika harga beras impor lebih murah, para petani lokal harus bersaing dengan harga yang lebih rendah, sehingga harga jual beras mereka turun. Kebijakan ini sering kali menjadi bumerang bagi petani yang sebenarnya mengharapkan perlindungan dari pemerintah.

Menanggapi laporan ini, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa pemerintah akan segera mengevaluasi kebijakan pertanian, khususnya terkait distribusi beras dan kebijakan impor. "Kita harus memastikan bahwa petani mendapatkan harga yang layak dan konsumen juga bisa membeli beras dengan harga yang terjangkau. Ini adalah keseimbangan yang harus kita capai," ujarnya dalam sebuah acara di Istana Negara.

Beberapa langkah yang akan diambil pemerintah antara lain memperpendek rantai distribusi dengan melibatkan lebih banyak koperasi petani dan memotong peran tengkulak yang seringkali merugikan petani. Selain itu, subsidi langsung untuk pupuk dan benih akan ditingkatkan, serta peningkatan teknologi pertanian untuk menekan biaya produksi.

Di sisi lain, pengamat ekonomi pertanian mengingatkan bahwa langkah-langkah tersebut harus diimplementasikan dengan hati-hati. “Pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya menjadi solusi jangka pendek. Harus ada strategi jangka panjang yang benar-benar memberdayakan petani,” kata Faisal Basri, seorang ekonom senior.

Dengan upaya bersama dari berbagai pihak, diharapkan permasalahan ini bisa segera teratasi. Petani sebagai ujung tombak ketahanan pangan nasional harus mendapatkan perhatian lebih agar mereka tidak hanya menjadi korban dari sistem yang tidak adil, namun juga bisa menikmati hasil kerja keras mereka dengan pendapatan yang layak.[AZ]


No comments:

Post a Comment