WARTAGLOBAL.id , Jakarta - Kontroversi seputar surat presiden (surpres) mengenai calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikirimkan oleh mantan Presiden Joko Widodo memicu perhatian dan kekhawatiran dari kalangan legislatif. Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan bahwa surpres dari Jokowi rentan menimbulkan masalah karena dikeluarkan pada masa transisi kepemimpinan, saat Presiden Prabowo Subianto sudah menjabat. Menurutnya, ada celah untuk mempertanyakan keabsahan surpres ini secara hukum.
Sudding menjelaskan bahwa DPR akan membahas persoalan ini dalam rapat Badan Musyawarah yang melibatkan pimpinan lembaga terkait. Langkah ini diambil guna memastikan keputusan yang diambil sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. “Memang ada ruang dipermasalahkan ketika menggunakan surpres Presiden Jokowi,” kata Sudding kepada wartawan, Ahad, 10 November 2024.
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, juga menyuarakan kritik terhadap pansel capim KPK yang dibentuk Jokowi. Menurutnya, dengan telah berakhirnya masa jabatan Jokowi, pembentukan pansel ini dianggap tidak sah. Ia mengungkapkan bahwa pansel sah hanya apabila dibentuk oleh Presiden Prabowo, bukan presiden yang telah selesai menjabat. Berdasarkan pandangan tersebut, Boyamin mengajukan gugatan uji materi Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam gugatan yang diajukan MAKI pada 5 November, Boyamin meminta MK untuk memperjelas aturan bahwa pembentukan pansel KPK hanya dapat dilakukan satu kali oleh presiden yang sedang menjabat untuk periode lima tahun ke depan. Hal ini, katanya, bertujuan agar tidak ada tumpang tindih kekuasaan dalam menentukan calon pimpinan KPK yang bisa berdampak pada stabilitas lembaga penegak hukum tersebut. Gugatan ini juga berlandaskan pada Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang mengatur tentang kejelasan wewenang pembentukan pansel.
Sementara itu, Ketua DPR Puan Maharani menyatakan bahwa ia memilih untuk menunda proses verifikasi nama-nama calon pimpinan KPK yang diajukan oleh Jokowi sampai pemerintahan baru terbentuk sepenuhnya. Keputusan ini diambil dengan alasan menunggu pengumuman kabinet oleh Presiden Prabowo, guna memastikan bahwa semua proses berjalan dengan transparan dan sesuai aturan. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk menghindari potensi permasalahan hukum di kemudian hari.
Pakar hukum tata negara, Herdiansyah Hamzah, menilai langkah yang diambil Jokowi berpotensi menjadi masalah hukum. Menurutnya, jika daftar capim KPK hasil seleksi Jokowi tetap dipaksakan oleh Prabowo dengan alasan keterbatasan waktu, legitimasi capim tersebut akan rentan digugat. Ia berpendapat bahwa capim KPK hasil seleksi Jokowi mudah dijadikan celah oleh tersangka korupsi untuk menggugat keabsahan pimpinan KPK nantinya.
Herdiansyah menambahkan bahwa keabsahan proses pemilihan ini tidak boleh dianggap sepele. Ia menyarankan agar Presiden Prabowo segera mengambil langkah untuk menindaklanjuti situasi ini, misalnya dengan mengajukan surpres baru atau membentuk pansel capim KPK yang baru. Dengan demikian, legitimasi lembaga antikorupsi itu tetap kuat dan tidak terganggu oleh persoalan legalitas.
Kontroversi seputar surpres capim KPK ini dinilai sebagai ujian besar bagi pemerintahan baru dalam menangani persoalan hukum yang sensitif. DPR dan pihak eksekutif diharapkan segera menemukan solusi yang tepat agar proses pemilihan pimpinan KPK dapat berjalan lancar, sah, dan dapat diterima oleh semua pihak demi menjaga kredibilitas pemberantasan korupsi di Indonesia.[AZ]
Editor:Bahri
No comments:
Post a Comment