Disidangkan Kembali Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Santriwati di Pengadilan Negeri Kota Mungkid - Warta Global Indonesia

Mobile Menu

Whatshop - Tema WhatsApp Toko Online Store Blogger Template

Top Ads

Klik

More News

logoblog

Disidangkan Kembali Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Santriwati di Pengadilan Negeri Kota Mungkid

Monday, November 25, 2024
Warta Global Indonesia.id - Kota Mungkid -
Kasus kekerasan seksual terhadap santriwati yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Labib Asrori kembali disidangkan di Pengadilan Negeri Kota Mungkid pada hari Senin, 25 November 2024, dengan Perkara Pidana Nomor: 242/Pid.Sus/2024/PN Mkd. Terdakwa, Kyai Ahmad Labib Asrori, yang merupakan warga Tempuran, Magelang, menjalani proses persidangan yang masih berfokus pada pemeriksaan keterangan para saksi korban. Persidangan ini dilaksanakan secara tertutup, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Sidang kali ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Fahrudin Said Ngaji, S.H., M.H., dengan anggota Majelis Hakim Aldarada Putra, S.H., dan Alfian Wahyu Pratama, S.H., M.H. Sebagai panitera pengganti, hadir Ario Legowo, S.E., S.H. Sementara itu, terdakwa didampingi oleh Penasehat Hukum, Syamsul Huda Yudha, S.H., M.H., dan rekan-rekannya.

Jaksa Penuntut Umum, Aditya Otavian, S.H., menghadirkan empat orang saksi korban, yaitu ZA (26 tahun), HA (19 tahun), SU (21 tahun), dan SK (22 tahun). Mereka merupakan saksi yang berasal dari berbagai daerah, dengan beberapa di antaranya masih berstatus mahasiswa. Ironisnya, selain sebagai santriwati, beberapa korban juga merupakan mahasiswi yang menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Kyai Ahmad Labib Asrori.

Akhmad Sholihuddin, S.H., salah satu penasehat hukum korban, menyatakan bahwa meskipun sidang berlangsung tertutup, pihaknya tetap mendampingi korban sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) tahun 2022. Undang-undang ini mengatur mekanisme persidangan kasus kekerasan seksual, termasuk pasal-pasal yang mengatur sidang tertutup, seperti Pasal 58 yang menyebutkan bahwa pemeriksaan perkara tindak pidana kekerasan seksual harus dilakukan dalam sidang tertutup.

"Harapan kami sebagai Penasehat Hukum korban adalah agar nantinya, saat putusan dibacakan, sidang dapat dibuka untuk umum, dan Majelis Hakim dapat memberikan putusan yang maksimal sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum," ujar Akhmad Sholihuddin, S.H., yang juga Ketua Tim Penasehat Hukum para korban.

Di luar ruang sidang, terlihat massa dari GPK Aliansi Tepi Barat yang turut mengawal dan mendampingi korban. Massa yang dipimpin oleh Pujiyanto alias Yanto Pethuk’s, Komandan GPK Aliansi Tepi Barat, menyatakan dukungannya terhadap korban. Dalam wawancara dengan media, Pujiyanto menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengikuti perkembangan sidang dan berharap jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman maksimal.

"Saksi-saksi yang memberikan keterangan adalah korban langsung yang mengalami kekerasan seksual, dan mereka sudah memberikan keterangan di depan Majelis Hakim. Kami berharap Majelis Hakim dan Jaksa dapat bertindak sesuai dengan prinsip keadilan, mengingat terdakwa adalah sosok yang seharusnya menjadi panutan, tetapi malah merusak santrinya sendiri," kata Pujiyanto, Komandan GPK Aliansi Tepi Barat.

Sidang kasus kekerasan seksual ini akan berlanjut, dengan harapan bahwa keadilan dapat ditegakkan bagi para korban.

(S. Bahri)

No comments:

Post a Comment